Rabu, 25 Januari 2012

Humanisme Renaissance dan Dampaknya dalam Kehidupan Kristen

            Dewasa ini banyak sekali yang menganggap suatu ajaran sesat atau salah, tanpa berkecimpung di dalamnya. Contoh kecilnya adalah filsafat. Filsafat sering atau bahkan selalu mendapatkan cap sesat dari aliran tertentu. Aliran tertentu itu mencap ranah filsafat sebagai ranah yang sesat karena menurut mereka, filsafat hanya bisa bertanya dan mengkritik sesuatu yang sudah dipegang sebagai kepercayaan dan kebenaran. Teringat akan sebuah film yang dalam alur ceritanya ada sebuah dialog yang mengesankan dan (mungkin) menegur mereka yang berpandangan seperti yang di atas. Dalam film ini, ada dialog antara si perempuan kepada si laki-laki demikian, “Kenapa suka filsafat, nanti kamu jadi sesat loh”, dan si laki-laki menjawab, “Yang sesat itu kan orang yang belajar filsafatnya setengah-setengah, tidak secara utuh”. Ini adalah gambaran bagaimana banyak orang yang terjerembab kepada kemiskinan pengetahuan, dimana mereka hanya berbicara tanpa pernah mempelajarinya, mereka hanya melihat dari fenomena-fenomena yang terjadi.
            Begitu halnya dengan humanisme. Humanisme acap kali dicap sebagai ranah yang menyesatkan, alasannya karena humanisme mengajarkan segala sesuatunya yang akhirnya berpusat pada kekuatan manusia atau manusia itu sendiri. Dalam makalah ini, humanis akan diterangkan karena dampak renaissance yang terjadi di daratan Eropa pada abad pertengahan. Namun, yang jadi pusat pembahasan dalam makalah ini bukanlah humanisme, melainkan renaissance.
            Apa itu Renaissance? Kapan itu terjadi dan kenapa bisa terjadi? Lalu, apa hubungan antara Renaissance dengan Humanisme? Dan apa dampaknya bagi kekristenan?
            Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan secara jelas tentang pengertian dan cikal bakal dari Renaissance. Dan juga tentang humanisme yang sebagai dampak dari Renaissance, juga menjelaskan kehadiran humanisme yang tidak seburuk apa yang orang lain perbincangkan.
Pengertian Renaissance
            Bertentangan dengan cita-cita askese, bangkitlah perasaan kesukaan akan dunia ini, yang mengandung banyak kemungkinan bagi manusia, dan akan alam yang indah dan permai itu. Kesadaran baru akan keindahan dunia dan manusia ini, biasanya disebut dengan kata Perancis “renaissance”, yang memiliki arti “kelahiran kembali” dari kebudayaan dan kesenian kuno. Renaissance menekankan otonomi dan kedaulatan manusia dalam berpikir, dalam mengadakan eksplorasi, eksperimen, dalam mengembangkan seni, sastra, dan ilmu pengetahuan di Eropa.

Cikal-bakal Terjadinya Renaissance
            Renaissance lahir di Italia pada abad 14. Terutama di Italia Utara, kota-kota bertambah kaya oleh perniagaan, perusahaan, dan kerajinan penduduk. Golongan orang kota itu makin lama makin makmur, makin sadar akan kepentingan dirinya dan makin berkuasa. Dengan demikian, berkembanglah suatu pandangan hidup yang baru, yang antara lain ternyata dalam syair-syair pujangga Petrarca (1304-1374), yang berbunyi demikian: “Sebenarnya manusia tak usah mengikuti kuasa apa pun di atasnya; kaidah dan pusat hidup manusia ialah pribadinya sendiri. Sikap ini berhubungan rapat dengan pandangan penyair-penyair Romawi dan Yunani zaman purba, yang telah lama dikenal, tetapi baru sekarang disadari dan diulangi. Pusat-pusat pergerakan renaissance ialah Florensa dan Roma.
            Sebelum perang salib usai, Kristen dan gereja sering kali membuat keputusan-keputusan sepihak. Di antaranya mereka memutuskan untuk semua warga atau masyarakat untuk ikut terlibat dalam perang salib, siapa yang tidak ikut, maka dia telah melanggar perintah gereja dan dianggap sebagai bidat. Sehingga pada akhirnya semua orang Kristen terlibat di dalam perang salib.
            Namun, banyak dari mereka yang mengundurkan diri, alasannya adalah karena mereka tidak pernah menang dalam perang tersebut. Bahkan, mereka jadi dikuasai oleh Islam dan hidup mereka seperti dijajah oleh mereka. Ini alasan mengapa mereka memutuskan untuk mengundurkan diri dari perang. Tetapi, mereka tidak tinggal diam setelah kekalahan itu. Mereka menjadi berpikir untuk menciptakan sesuatu alat atau bisa dikatakan, kalau mereka mulai berpikir tentang tekonologi, dan ingin untuk lepas dari mistisisme. Gerakan dari Adfontes mulai mempelejari sumber iman Kristen.
            Lalu, mucullah tokoh-tokoh yang berani menentang ajaran gereja ketika itu. Contohnya adalah Galileo-Galilei (dihukum mati), Copernicus (dihukum mati), serta sampai John Hus (mati dibakar hidup-hidup). Mereka menemukan “kesesatan-kesesatan” yang diajarkan gereja kepada kaum awam, dan dengan berani menentang ajaran gereja. Gereja ketika itu mempunyai otoritas yang tinggi, sehingga barang siapa tidak mematuhi perintah gereja, orang itu dianggap melawan perintah Allah dan menentang perintah raja.
            Renaaissance sering dikaitkan dengan humanisme, tetapi seperti diketahui bahwa kedua kata ini tidak sama, humanisme adalah akibat dari renaissance. Renaissance dan humanisme memiliki latar belakang yang sama, tujuan yang searah, namun penekanannya sedikit berbeda.

Manifestasi Utama Renaissance
1.      Gerakan humanisme yang berusaha tidak saja untuk menterjemahkan  sumber-sumber Yunani dan Romawi.
Petrarch dan Erasmus adalah wakil dari gerakan ini.
2.      Penolakan tradisi Aristotelian Abad Pertengahan. Kebangkitan Platonisme, yang sangat bergaung dalam Akademi Florentina, merupakan satu konsekuensi penolakan ini.
3.      Pemikiran Renaissance juga terbuka kepada ilmu-ilmu yang bari mulai terbentuk.
Giordano Bruno dan Francis Bacon adalah contoh keterbukaan ini.
4.      Dalam lapisan agama periode ini ditandai oleh ketidakpuasan dengan kemapanan, yang mengarah kepada Reformasi Protestan.
Dari empat manifestasi Renaissance yang telah dicantumkan di atas, penulis hanya akan fokus kepada poin pertama, yaitu humanisme.

Pengertian Humanisme
            Humanisme adalah istilah dalam sejarah intelektual yang acap kali digunakan dalam bidang filsafat, pendidikan, dan literatur. Kenyataan ini menunjukkan beragam makna yang terkandung dalam dan diberikan istilah ini. Meskipun demikian, secara umum kata humanisme ini berkenaan dengan pergumulan manusia dalam memahami dan memaknai eksistensi dirinya dalam hubungan dengan kemanusiaan orang lain di dalam komunitas. Perbedaan interpretasi atas kata humanisme sebetulnya lebih merupakan persoalan perspektif dalam menelaah bidang yang dikaji.
            Pada masa Yunani klasik, humanisme ini mewujud dalam paideia, suatu sistem pendidikan Yunani klasik yang dimaksudkan untuk menerjemahkan visi tentang manusia ideal. Hanya saja, perspektif Yunani klasik ini bertolak dari pandangan yang semata kodrati tentang manusia. Pada Abad Pertengahan, perspektif Yunani klasik atas manusia ini mendapat pembaruan dari paham Kristiani, terutama sejak St. Agustinus, yang memandang manusia tidak sekadar makhluk kodrati, tetapi juga adikodrati, imanen, dan transeden. Dengan demikian, gagasan humanisme Yunani klasik tidak ditinggalkan, tapi diusung ke tataran yang transeden. Manusia pun dipandang tidak sekadar faber mundi, tetapi lebih merupakan imago dei.
            Humanisme sebagai gerakan kemanusiaan telah mengalami proses penafsiran dan penutunan kata yang panjang. Oleh karena itu, makna kata tersebut perlu ditelusuri dalam perspektif etimologis dan historis. Secara etimologis, istilah humanisme erat kaitannya dengan kata Latin klasik, yakni humus, yang berarti tanah atau bumi. Dari istilah tersebut muncul kata homo yang berarti manusia dan humanus yang lebih menunjukkan sifat “membumi” dan “manusiawi”. Istilah yang senada dengannya adalah kata Latin “humilis”, yang berarti kesederhanaan dan kerendahan hati.
            Pada Abad Pertengahan, kaum terpelajar dan klerikus, yang mendapat pengaruh dari pandangan filosofis dan teologis Agustinus dan Thomas Aquinas, memandang manusia tidak sekadar makhluk kodrati saja tapi juga makhluk Ilahi, dengan mengembangkan pembedaan antara divinitas dan humanitas dipahami sebagai suatu praktuk kehidupan manusia dengan dunianya yang khas.
            Perspektif humanisme pada masa Yunani klasik berangkat dari pertimbangan-pertimbangan yang kodrati tentang manusia. Sedangkan perspektif humanisme pada Abad Pertengahan berangkat dari keyakinan dasar tentang manusia sebagai makhluk kodrati dan adikodrati. Namun, gerakan humanisme yang dipahami secara spesifik dan murni sebagai gerakan kemanusiaan sebetulnya baru berkembang pada zaman Renaissance, terutama berkaitan dengan bangkutnya munat kaum terpelajar (umanisti) untuk mempelajari tulisan-tulisan klasik (Yunani-Romawi) dan bahkan karya-karya klasik itu dijadikan dengan gerakan kesadaran intelektual untuk menghidupkan kembali literatur-literatur Yunani-Romawi.

Humanisme Renaissance
            Salah satu gerakan perumusan ulang esensi dan eksistensi manusia dulakukan para cendikiawa-penulis dan pendidik sepanjang masa Renaissance. Gerakan yang sudah bertunas sekitar abad ke-9 dan ke-10, dalam masa Dinasti Carolingian dan Ottonian berupaya menghidupkan kembali pembelajaran karya sastra, ilmu pengethuan serta filsafat Yunani Kuno dan Romawi. Perumusan ulang ini bertujuan untuk pengembangan kemanusiaan melawan kemerosotan peradaban dan kebodohan.
            Renaissance yang sudah dimulai sejak Abad Pertengahan mencapai puncaknya pada abad ke-14. Era tersebut berawal dari daratan Italia, sebagai pewaris kebudayaan Romawi. Pada masa itu, para bangsawan dan intelektual benar-benar menggali kemabli kebudayaan Yunani Kuno dan Latin, terutama melalui karya sastra ilmu pengetahuan, dan filsafat.
            Sejarah peradaban di Eropa menunjukkan dinamika yang selalu menggeliat guna membebaskan diri dari bayang-bayang kemerosotan dan kebodohan. Sejak migrasi bangsa Barbar di abad kelima, yang meruntuhkan kekaisaran Romawi, dan menempatkan bangsa-bangsa Eropa pada sistem desa-pertanian, kemerosotan peradaban pun terjadi.
            Kegiatan intelektual yang menjadi motor kemajuan peradaban menjadi terbatas dan terpusat di biara-biara. Dalam biara-biara tersebut, kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi dipelajari secara terbatas melalui pengajaran tata bahasa dan sastra Yunani dan Latin. Penyebaran agam Kristen dan tumbuhnya kaum radikal Kristen telah menempatkan warisan kebudayaan Yunani Kuno dan Romawi sebagai unsur kafir (pagan). Maka, warisan kebudayaan tersebut harus diseleksi sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan iman Kristiani.
            Di sekitar Abad Pertengahan, dikenal era Renaissance abad ke-12 yang diawali sekitar tahun seribu, dan berpusat di sekitar Mahzab Katedral Rheims. Para guru Mahzab ini sudah mulai mengutip karya Horace, Virgil, dan Cicero dalam pengajaran mereka. Mereka mencoba menggunakan gaya penulisan para sastrawan ini dalam karya tulis mereka.
            Gerakan Renaissance pada Abad Pertengahan belum sepenuhnya melepaskan diri dari paradigma teologi Mahzab Skolastik. Teologi Skolastik menempatkan manusia sebagai ciptaan yang bergantung pada Tuhan sebagai pusat kehidupan dalam Semesta Alam. Dengan demikian orientasi seperti itu, para humanis dalam era Abad Pertengahan mempelajari tata bahasa dan sastra Yunani Kuno dan Latin dalam perspektif teologi. Walaupun John of Salisbury misalnya, menyebutkan tata bahasa Yunani Kuno dan Latin sebagai “fondasi yang menopang seluruh tatanan suprastruktural”, para humanis di awal masa gerakan Renaissance hanya mempelajari mekanisme dan teknik berbahasa lisan dan tulisan. Barulah pada abad ke-14, minat pada penggalian kembali dan pembelajaran aspek-aspek kebudayaan Yunani Kuno dan Latin secara mendalam dimulai, dan minat itu muncul pertama-tama dalam diri humanis di Italia.

Puncak Humanisme Renaissance
            Gerakan Humanisme Renaissance berhutang besar pada munculnya beberapa perpustakaan besar dan aktivitas para kolektor naskah-naskah sastra Yunani Kuno dan Latin pada paro kedua abad ke-15. Beberapa perpustakaan ternama seperti Perpustakaan Vatikan, Perpustakaan Venesia, Perpustakaan de Medici di Florence, merupakan tempat koleksi naskah-naskah kuno tersebut. Selain mengumpulkan naskah kuno, para kolektor pun menyalin, dan beberapa di antara mereka menerjemahkan ke dalam bahasa Latin, naskah-naskah Yunani Kuno dan Latin Kuno.
            Venesia misalnya, adalah pusat berkumpulnya para pecinta naskah literatur Yunani Kuno dan Latin. Mereka tidak hanya membaca, tetapi beberapa di antaranyadalam mengedit naskah-naskah tersebut untuk diterbitkan ulang. Tempat-tempat seperti Venesia merupakan sumber inspirasi bagi para humanis untuk mengembangkan pendidikan kemanusiaan di era Renaissance.
            Humanisme Renaissance abad ke-16 di Italia memiliki corak neoplatonis. Corak ini dipakai dan dikembangkan para pemikir pendidik Humanis di Akademi Plato Florance. Akademi tersebut menggali kembali filsafat Plato, Aristoteles, dan Plotinus. Karena itu, corak neoplatonik ini dipadukan dengan inspirasi keyakinan religius dalam tradisi Kristiani.
            Perpaduan filsafat pagan dengan keyakinan religius itu menghasilkan sosok manusia yang optimis dan mistik kedua ciri ini mempunyai akar pada Filsafat Skolastik dan Filsafat Neoplatonik. Filsafat Skolastik memberi inspirasi bahwa manusia merupakan manifestasi dari kemahatahuan dan kemahakuasaan Allah.
            Ketertiban manusia dan keteraturan manusia dan semesta tampil dalam tingkatan-tingkatan hierarkis. Manusia berada di antara malaikat dan lebih tinggi dari ciptaan lain. Tatanan hierarkis ini bersifat sakral. Karena itu lah, Humanisme Neoplatonik Renaissance menganggap perlu mempertahankan struktur sosial yang hierarkis.
            Sama seperti Copernicus yang menentang gereja dengan penemuannya. Dimana dia berhasil membuktikan kalau bumi bulat, yang ketika itu gereja mengeluarkan ajaran bahwa bumi tidak berbentuk bulat. Lalu, Galileo Galilei yang dipenjara karena menentang ajaran gerejea ketika itu. Gereja mengajarkan masyarakat ketika itu bahwa pusat dari alam semesta ini adalah bumi, tetapi Galileo membuat teropong dan mengklasifikasi ajaran gereja tersebut, dan terbukti bahwa ajaran gereja adalah salah. Dia diancam jika tidak menarik penemuannya itu, dia akan dipenjara, tapi ancaman itu tidak diindahkan oleh Galileo, sehingga gereja menangkap dan memenjarakan beliau dengan tuduhan bahwa beliau sesat. Gereja dapat memperlakukan seperti itu karena ketika itu gereja memegang otoritas yang tinggi, dan ketika itu siapa pun yang tidak mematuhi aturan gereja, dia dianggap seorang bidat, dan dihukum mati. Inilah yang membuat Copernicus mati dan Galileo dipenjarakan.

Sikap Gereja Terhadap Humanisme Renaissance
            Gereja adalah sebuah organisasi atau sebuah lembaga yang konservatif, sehingga gereja tidak menerima sesuatu yang baru, apa pun itu bentuknya. Pada zaman Renaissance, gereja sangat antipati terhadap ilmu atau pengetahuan yang di luar gereja, atau dapat dikatakan bahwa gereja tidak menerima ajaran dalam bentuk apa pun selain ajaran yang mereka (orang-orang/pejabat-pejabat gereja) buat bersama, dan yang dicap sebagai kebenaran atau lebih ekstrimnya lagi, sebagai suara Tuhan. Sehingga yang melawan atau membantah ajaran gereja, orang tersebut dianggap sebagai orang kafir atau orang bidat.
            Kekakuan gereja pada saat itu mengakibatkan masyarakat menjadi sekumpulan orang yang haus akan pengetahuan, sehingga mereka memiliki inisiatif untuk memberontak atau melawan dari ajaran gereja, yang dianggap hanya merugikan mereka. Karena jika melihat kondisi ketika itu, dimana gereja memegang semua situasi, tidak ada lagi yang menjadi hak masyarakat atau orang yang berkarir di luar gereja. Dengan melakukan pemerasan, korupsi, dan banyak hal lagi yang (sebenarnya) membuat posisi gereja menjadi sulit, karena masyarakat malah mencari cara untuk “berontak”.

Relevansinya dengan Zaman Ini
            Gereja yang ditemukan zaman dulu (Zaman Renaissance) juga ditemukan pada dewasa ini. Semua ajaran-ajaran yang telah dibuat oleh gereja sudah dipercayai atau kata yang lebih pas, sudah diimani sebagai suatu kebenaran. Dimana siapa pun yang melanggarnya atau tidak mematuhinya akan dicap sebagai orang yang tidak patuh kepada gereja dan pasti dihukum, bahkan hukumannya bisa sampai pada hukuman mati.
            Namun, gereja pada dewasa ini tidak sekejam masa Renaissance. Perbedaannya hanya dalam penghukuman. Jika dalam masa Renaissance jenis hukumannya bisa sampai pada kematian, kalau sekarang hanya sampai pada pengucilan atau paling parahnya dicap sebagai sesat dan “dipecat” dari keanggotaan gereja.
            Gereja melakukan hal seperti ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dimana gereja takut jika otoritasnya hilang atau berkurang, dan gereja takut pendapatan mereka berkurang setiap minggunya. Gereja juga memikirkan jika mereka menerima kritik atau pun sesuatu yang baru ke dalam gereja, posisi mereka di depan masyarakat atau jemaat akan menjadi burukm karena mengetahui bahwa mereka (mereka) tidak sempurna. Maka dari itu, gereja tidak menerima ajaran atau pengetahuan yang baru dari luar.

Kesimpulan
            Kekauan gereja dapat memberikan dua efek, yaitu pemberontakkan dan pembodohan. Bagi orang-orang (jemaat) yang memiliki pikiran, mereka pasti akan bertanya-tanya dan terus mencari kebenaran, meski pun risikonya harus dikucilkan dari lingkungan. Tapi jika orang-orangnya (jemaat) hanya mengikut tanpa ada koreksi dari mereka, atau dengan kata lain, tidak kritis, hasilnya mereka tidak akan mengetahui apa pun, mereka hanya bisa mengangguk, meskipun yang disampaikan salah.
            Jika memang gereja itu adalah perwakilan Allah di bumi, seharusnya gereja tidak perlu khawatir ataupun takut dengan ajaran-ajaran yang berkeliaran di luar gereja, dan yang masuk ke dalam gereja. Semua pengetahuan yang ada, baik itu yang ada dalam gereja maupun yang tidak, pasti akan menambah wawasan atau efek positif kepada gereja dan seluruh penghuninya.






2 komentar:

  1. CUKUP MENGENA....SALAM KENAL

    BalasHapus
  2. StarX casino | Shootercasino
    StarX casino in Las Vegas. The casino in the centre of the 제왕 카지노 Las Vegas Strip is 샌즈카지노 home 메리트 카지노 to the hottest slots, world-class table games and

    BalasHapus