Kristologi adalah cabang
ilmu teologi yang
membicarakan tentang posisi Yesus Kristus di dalam agama Kristen. Makna
Kristologi bagi umat Kristiani selalu berkembang dari masa ke masa, dan tidak
pernah mengalami tahap selesai, karena selalu dihubungkan dengan konteks umat Kristiani oleh para
pemikirnya. Makna kehadiran Kristus bagi orang Kristen diyakini sebagai
pemelihara dan penyelamat dunia terkait dengan setiap persoalan hidup.
Tema-tema seperti feminisme, teologi pembebasan atau kemerdekaan adalah tema-tema yang saat ini
sedang populer pada zaman modern, di mana umat Kristen terus merenungkan makna
Kristus itu. Tema-tema itu disebabkan adanya penindasan oleh perang, "eksklusivisme", kesenjangan sosial di
masyarakat, dan sistem negara yang terkadang tidak adil pada seluruh ciptaan, termasuk alam Kristologi yang
dihayati dalam kondisi alam yang rusak karena pemanasan global disebut Kristologi Ekologi. Kristologi yang berfokus pada
seluruh ciptaan disebut Kristologi Kosmik, bahkan Yesus Kristus diuraikan
diberikan delapan belas gambaran terkait dengan budaya adat-istiadat yang terus
berubah.
Bagaimanakah perkembangan pemahaman
tentang Kristologi dalam zaman yang terus ikut berkembang juga?
Penulis akan menjelaskan bagaimana
perkembangan pemahaman tentang Kristologi di dalam makalah ini.
Kristologi dalam Ilmu Teologi
Dalam pembagian cara lama dan
ilmiah, Kristologi dimasukkan dalam rumpun Teologi Sistematika-Dogmatika. Kristologi bagi umat
Kristen merupakan penyataaan (wahyu) Allah kepada manusia melalui
kedatangan Kristus. Kata 'Kristologi' berasal dari bahasa Yunani, Χριστός=
kristos = Kristus dan λόγος =logos = logi = kata-kata = ilmu,
singkatnya, ilmu tentang Kristus, pembicaraan tentang Kristus ini terkait
dengan umat Kristen memahaminya dalam kehidupan sehari-hari; Yesus di masa
lampau hingga masa kini, selama perjalanan itulah maka terus digeluti karena
masih relevan dengan masalah-masalah di setiap zaman. Kristologi dan ajaran Trinitas tidak dapat
dipisahkan satu terhadap yang lainnya, baik dalam sejarah, sistematika dan dogmatika. Selain itu, aspek
penting lain yang menyertai pembicaraan ini adalah mengenai keselamatan atau soteriologi.
Pembicaraan tentang Kristus ini
merupakan ajaran Kristen yang mempercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan.
Perdebatan tentang Ketuhanan Yesus juga masih berlangsung sampai saat ini. Hal
ini tampak dalam perdebatan seputar paham Trinitas (Allah Bapa,
Putra dan Roh Kudus) yang berbeda-beda. Perdebatan tersebut paling tampak dalam
pemikiran Ireneus, Tertulianus dan Origenes. Perdebatan tentang keilahian mengenai
kemanusiaan Kristus dan keilahian Kristus terus terjadi, setidaknya bisa kita
ketahui dari uraian seorang tokoh besar Gereja Katolik Roma, Karl Rahner pada tahun 1960an yang menguraikan
Yesus adalah seratus persen Allah dan seratus persen manusia. Di Indonesia,
bisa dibandingkan pendapat dua orang teolog saat ini, Joas Adiprasetya dalam
bukunya Berdamai dengan Salib yang menggugat Ionaes Rahmat dalam buku Soteriologi
Salib.
Kristus sebagai Mesias
Melalui
pendekatan biblis atau Hermeneutika Alkitab, ditemui sebutan
bahwa Yesus adalah Mesias. Hal ini diperoleh dari Alkitab, khususnya dalam
Perjanjian Baru (Bahasa Yunani; Kristus) yang pada Perjanjian Lama disebut
Mesias (Bahasa Ibrani).
Mesias dalam Perjanjian Lama
Mesias dalam Perjanjian Lama berarti keluarga Daud, raja yang
selalu berjaya digantikan Mesias dalam Perjanjian Baru menjadi raja yang
dibangkitkan dari kematian. Raja kerajaan yang gilang gemilang di masa akhir
dan lambat laun akan menjadi pemimpin religius, bukan pemimpin politik.
Kata "Kristus" memiliki arti yang sama
dengan Mesias yang artinya adalah "Yang Diurapi". Di dalam ajaran
Kristen, kelahiran Yesus juga sudah dinubuatkan semenjak zaman nabi-nabi dalam
Alkitab Perjanjian Lama, seperti dalam Natan, Yesaya, Yeremia, Yehezkiel, Hagai dan Zakharia. Mesias di dalam Perjanjian Lama dinanti oleh orang Israel untuk
memulihkan bangsa Israel dari berbagai masalah, terutama politik. Jadi,
hadirnya Mesias adalah sebagai "solusi" dalam masa krisis, masa Israel ditawan oleh bangsa-bangsa lain.
Mesias dalam Perjanjian Baru
Dari berbagai istilah tentang Kristus
pada orang-orang pada masa awal masehi sudah beragam. Informasi lain, Yesus
disebut sebagai Mesias dari Israel, Mesias adalah Kristus disebutkan Paulus sebanyak 270 kali dan variasi nama Yesus Kristus atau
Kristus Yesus sebanyak 109 kali. Nama itu menunjuk pada Allah, Tuhan atau kata
ganti yang menjurus pada Allah.
Injil Yohanes dilihat sangat khusus dalam
pandangan Kristologi, bahwa Firman atau λόγος, Allah sendiri menjadi manusia,
dalam wujud Kristus. Di sini dijelaskan bahwa Kristus yang adalah Yesus itu
adalah Allah sendiri, Ketuhanan Yesus merupakan pusat Teologi Perjanjian Baru, menurut Miller,
"Yesus adalah Allah".
Abad Pertama Masehi
Kristologi yang ditemukan dari Injil berpusat pada sejarah kehidupan
Yesus dalam tindakan-tindakannya. Hal tersebut dapat dilihat melalui beberapa
pernyataan tokoh-tokoh di dalam kitab-kitab Perjanjian Baru. Jawaban-jawaban
tentang siapa Yesus, adalah sebagai berikut:
- Paulus : Yesus adalah Kristus yang disalibkan dan dibangkitkan.
- Markus : Yesus adalah Mesias.
- Matius : Yesus adalah Musa baru, pengajar hukum baru.
- Lukas : Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus, adalah Juru Selamat semua orang.
- Yohanes - Yesus adalah Sabda Allah yang menjelma sebagai manusia.
Yesus pada zaman-Nya dikenal sebagai
orang Nazaret yang bertindak
revolusioner, sebagai orang Yahudi yang melampaui
Hukum Taurat. Dari ajaran-ajarannya itulah,
orang-orang (Kristen) dari zaman Perjanjian Baru hingga saat ini
mempercayai-Nya sebagai Tuhan.
Kristologi Abad 2 - 11
Pada abad
kedua, Kristologi belum terlalu diperdebatkan, namun sudah terdapat banyak
pertanyaan ontologis tentang Ketuhanan Yesus. Masyarakat
waktu itu ingin sekali mengetahui siapa Yesus sebenarnya, dalam kaitannya
dengan Allah. Kemudian secara hakekat, terdapat tokoh bernama Arius yang mengatakan bahwa Allah tetap
Allah, dan hanya ada satu, Allah tidak mungkin ada bersatu (sehakekat) dengan
sesuatu yang terbatas. Menyebut Yesus "Anak Allah" sama artinya
menghujat Allah karena yang ilahi dan tak terbatas disatukan dengan yang
jasmani dan terbatas.
Kristologi Logos
Kristologi-Logos ini terdapat
dalam Injil Yohanes 1:1-4 bahwa fungsi logos ada dua: kosmomologis yaitu sebagai penciptaan dan
revelatoris-soteriologis yang artinya Penyelamat melalui Pewahyuan. St. Ignasius dari Antiokhia menyebutkan Yesus "Sang
Logos" yang mana Logos (sabda) itu tidak lagi berdiam diri, melainkan
menyatakan diri untuk menyelamatkan. Jadi bagi Ignasius, sabda adalah
keseluruhan tujuan komunikasi, revelatoris-soteriologis, bukan fungsi
kosmologis. Ajaran Kristologis Logos dipisah menjadi dua, yaitu yang klasik dan
yang modern.
Arianisme
Arianisme adalah ajaran
yang dikeluarkan oleh Uskup Arius pada tahun
300. Dister menganggapnya sebagai kecenderungan
manusia untuk mempersempit misteri Allah. Arius menganggap Yesus sebagai ciptaan saja, walaupun
paling agung, hal ini dipengaruhi dengan gambaran Allah pada dirinya, lalu dia
menyimpulkan "Yesus bukan Allah".
Nestorianisme
Nestorianisme adalah ajaran
yang dikeluarkan oleh Uskup Nestorius pada tahun 400. Menurut Nestorius,
Putra Allah di surga dan manusia Yesus di bumi bukanlah satu pribadi yang sama,
melainkan dua pribadi. Keduanya memang berkaitan satu sama lain, tapi toh
tinggal tetap dua. Akal budi manusia ingin mempertahankan gambaran Allah yang
"murni", surgawi dan rohani. Maka Allah Putra dipisahkan dari Yesus
yang pernah berkeliling di dunia ini.
Monofisitisme
Monofisitisme adalah ajaran
yang meyakini bahwa Yesus hanya satu kodrat, yaitu ilahi. Monofisit
berasal dari Bahasa Yunani, νόμος yaitu satu, dan φύσης berarti kodrat, jadi Kristus hanya memiliki satu
kodrat, hal ini bertentangan dengan Nestorianisme. Yesus yang berjalan-jalan di
bumi sebenarnya adalah Allah, kemanusiaan Yesus dianggap hanya semu saja.
Modern
Teologi memang selalu mengikuti
perkembangan, tidak komprehensif, namun framentaris, kontekstual, multikultural, dapat diterima oleh budaya
setempat. Teologi Kristen yang berpusat pada kristologi juga
demikian, perjumpaan dengan Kristus selalu dialami dalam konteks tertentu,
mengindahkan kenyataan hidup umat (Kristen) yang dilayani yang berada dalam
pluralisme konteks.
Kristologi dalam perjumpaan dengan
umat beragama lain dapat membantu umat Kristen membaca Kristus dengan lebih
luas, Kristus dalam Filipi 2:7-8 menyatakan Kristus sebagai manusia, bahkan hamba.
Ini komentar dari umat Buddha di Srilanka. Dari Umat Islam, Kristus adalah Nabi, mengikuti Yesus berarti mengikuti
nabi dan hidup profetis, menjadi saksi Allah dalam berbela
rasa terhadap penderitaan mansuia. Kristus bukan milik ekslusif Gereja lagi, namun terbuka bagi
kehidupan universal.
Isu-isu pada zaman
modern yang harus dijawab oleh Teologi (Kristologi) sangat beragam, pluralisme, kemiskinan, perang, penderitaan,
bencana alam dsb. John Hick mengutip
pandangan Knitter tentang keunikan Yesus dalam lima hal, di antaranya
adalah agama lain mungkin juga menjadi bagian dari karya Allah yang ingin
menyelamatkan manusia, namun tidak senyata-nyata seperti Kristus, agama lain
lebih pada kemungkinan-kemungkinan atau probabilitas, dalam dialog antar iman, Kristus sebagai wahyu sangatlah
kuat, bahkan terus membuka ruang untuk didiskusikan, Allah sungguh-sungguh
berkarya dalam Kristus, Kristus memedulikan keadilan sosial, dan di sini kasih Kristus dilihat
secara hubungan mutualis karena kasih-Nya dibutuhkan dalam situasi ini, yaitu
sebagai pembebas. Dalam pandangan Yesus sebagai Anak Allah adalah Juruselamat
secara universal, dan Tuhan sebagai muara akhir yang transenden dan misteri,
hal ini melengkapi kriteria Tuhan yang tidak bisa dijangkau manusia. Kristologi
sangat bersifat soteriologis kontekstual yang membangun suatu komunitas
manusiawi antar iman. Kristologi juga ditemukan dalam Christo-Praxis dan Christo-doxi yang terus menerus dan kontekstual.
Di sini Kristologi dihadapkan pada mamon yaitu kekuatan materialisme yang membawa kehidupan berpusat
pada harta benda.
Krsitologi Feminis
Kristologi Feminis adalah
Kristologi yang memakai pendekatan feminis, yakni dari kacamata ketidakadilan,
penindasan dan penderitaan. Kristologi ini dibagi menjadi dua, yaitu di Barat
disebut Kristologi ekofeminis dan di Timur disebut Kristologi feminis kosmis. Allah umat Kristen yang selama ini
didominasi oleh kaum laki-laki karena dalam diri Yesus yang laki-laki kemudian
digeser menjadi Kristus yang menyimbulkan keduanya. Kata logos yang tadinya dalam Injil Yohanes
4:1-42 adalah maskulin yang menjadikan kecenderungan patriarkal, maka dipahami sebagai sofia dalam perspektif feminis. Hal ini
diperoleh dari kehidupan Yesus yang sangat menghargai kaum perempuan, dalam
karya-karyanya, bahkan ketika Dia bangkit, perempuanlah yang pertama kali
melihat kuburnya yang kosong. Simbol sofia digunakan oleh Paulus untuk menggambarkan Yesus sebagi hikmat Allah dalam I Korintus 1:24. Kristologi
feminis-kosmis mengajak umat Kristen untuk mendengarkan korban ketidakadilan
dan menginternalisasikan jeritan itu menuju praksis solidaritas.
Dimensi Kristologi
Ketuhanan Yesus "Yesus adalah Tuhan", hal ini diyakini umat
Kristen dan Katolik. Ini problem terbesar bagi orang Kristen ketika
diperhadapkan dengan orang-orang beragama lain. Inilah yang membedakan umat
lain, sebab tidak sama dengan tokoh-tokoh panutan agama lain seperti Krisna,
Muhammad, Sang Budha, Konfusius atau Lao Tse. Namun Yesus Kristus diyakini umat
Kristen sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Keilahian Kristus adalah
hakekat Kristus sebagai Tuhan. Sebutan "Tuhan Yesus" dimulai dari
teologi di negara-negara Barat. "Jesus Lord" diartikan Tuhan Yesus.
Kemanusiaan Yesus
Pada abad-abad pertama dan kedua, Bapa-bapa Gereja lebih memikirkan hakekat keilahian
Kristus, tidak terlalu dijelaskan tentang kemanusiaan-Nya. Seperti yang
diyakini oleh Athanasius yang mengakui
jiwa Kristus, namun tidak benar-benar meyakini kemanusiaan Kristus, dia
berpusat pada soteriologi melalui logos itu. Namun pembicaraan dalam masyarakat
sangatlah kuat akan hakekat, yaitu "se-hakekat" (homo-usios), atau serupa hakekatnya (homoi usios), atau serupa saja (homoios). Pernyataan
pertama oleh Konstantinopel, dengan filsafat Yunani, bahwa Kristus tidak akan
bisa menyelamatkan manusia sebagai Allah, kalau dia tidak juga menjadi manusia.
Hal ini bertolak dari Injil-Injil yang menceritakan Yesus sebagai manusia. Jadi
manusia sebenarnya dapat diilahikan melalui persatuan dengan Kristus melaui
Perjamuan Kudus. Namun paham ini segera ditolak oleh seseorang bernama
Apollinaris dari Laodikia (meninggal kira-kira 390 M.) yang
menyatakan bahwa dalam kemanusiaan Kristus Logos ilahi menggantikan akal budi manusiawi, dan mengurangi
kemanusiaan dalam Kristus. Namun, ia segera menyadari bahaya yang memporak-porandakan
kesatuan keilahian dan kemanusiaan Kristus. Sebagai seorang yang teguh
mempertahankan konfesi Nicea dan teman seperjuangannya Athanasius. Dia menolak
hakekat Kristus sebagai manusia. Namun kayakinan ini nanti akan mengalami
penentangan oleh konsili-konsili (Efesus dan Khalsedon)yang mengutuknya,
sehingga pengikutnya kembali ke gerja resmi dan sebagian mengikuti dalil
monofisitisme. Ajarannya disebut oleh Gereja Roma dekat dengan doketisme. Ajaran ini dikuatirkan oleh
Konsili Khalsedon dengan alasan jika Kristus tidak sepenuh-penuhnya manusia,
maka mustahil manusia dipersatukan dengan Allah. Sejarah gereja oleh Nestorius dari Cyrillus juga tidak mengakui hakekat
kemanusiaan Kristus, apalagi ada sebutan Bunda Allah bagi Maria, hal ini tidak masuk
akal banginya. Jika Yesus melakukan tindakan yang penuh kuasa (mujizat) maka
sebenarnya yang bertindak adalah Allah, jika Yesus sengsara dan mengalami mati,
maka dia adalah manusia. Namun, hal ini bukanlah merupakan keesaan, melainkan
keduaan, sebab hakekat mereka tidaklah sama.
Kesimpulan
Dari
zaman ke zaman, Kristologi memiliki banyak pandangan. Ini membuktikan bahwa Kristologi pun tidak “mati”, melainkan
mengalami pembaharuan, sesuai dengan perkembangan zaman. Entah beberapa tahun
setelah penulis menulis makalah ini, akan didapati pandangan yang baru tentang
Kristologi.
DAFTAR PUSTAKA
Adiprasetya, Joas. Berdamai dengan Salib. Jakarta: Grafindo, 2010.
Clifford, Anne M. The
Clash of Christologcal Symbols dalam Christology. USA: The College Theology
Society, 2003.
Groenen, C. Pustaka
Teologi Sejarah Dogma Kristologi. Yogyakarta: Kanisius, 1998.
Johnson, Elizabeth. Kristologi
di Mata Kaum Feminis. Yogyakarta: Kanisius, 2003.
Lohse, Bernard. Pengantar
Sejarah Dogma Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Siahaan, S.M. Pengharapan
Mesias dalam Perjanjian Lama. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Syukur, Nico. Teologi
Sistematika - Allah Penyelamat. Yogyakarta: Kanisius, 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar