Kekristenan
adalah sebuah komunitas yang besar di tengah dunia masa ini. Banyaknya
kekristenan dan maraknya pertunjukkan rohani yang dilakukan oleh orang-orang
Kristen seakan memperlihatkan bahwa karya Tuhan dan penyertaan Tuhan hanya ada
pada diri orang Kristen.
Orang-orang
Kristen telah dipilih dan lalu diselamatkan oleh karena kuasa dan kehendak
Allah. Sangat terlihat jelas bahwa dalam karya keselamatan, manusia sama sekali
tidak memiliki peran aktif, karena Allah yang memulai semuanya, Allah yang
memiliki inisiatif.
Akan
tetapi banyak di antara mereka yang belum menyadari akan besarnya tanggung
jawab yang dimiliki oleh seorang Kristen, mereka masih mengira bahwa karena
status mereka telah diselamatkan, mereka jadi terkesan apatis akan apa yang
sedang atau telah terjadi di lingkungannya sendiri. Tidak peduli akan apa yang
sedang atau telah terjadi dengan lingkungannya, tidak peduli terhadap keadaan
dan masalah yang sedang melanda lingkungannya dan negaranya. Padahal Allah
tidak pernah memerintahkan agar manusia yang telah dipilih dan diselamatkan
oleh Dia untuk tidak bergaul dengan dunia, atau dengan lingkungan mereka
tinggal, tapi mengapa banyak orang Kristen, khususnya orang-orang yang menjabat
sebagai pejabat gereja melakukan hal demikian?
Dapat dipastikan bahwa jawabannya adalah karena mereka berpikir bahwa mereka telah diselamatkan oleh Tuhan, maka dari itu mereka tidak berkenan untuk bergaul dengan orang-orang duniawi, dengan maksud agar dirinya tidak “tercermar” lagi. Dengan kejadian yang seperti ini, kekristenan pun berhak mendapatkan label “eksklusif.” Ini disebabkan karena beberapa orang Kristen yang terlalu nyaman dengan keselamatannya, sehingga mengasingkan diri dari masyarakat lainnya, serta melupakan permasalahan yang sedang terjadi di publik.
Dapat dipastikan bahwa jawabannya adalah karena mereka berpikir bahwa mereka telah diselamatkan oleh Tuhan, maka dari itu mereka tidak berkenan untuk bergaul dengan orang-orang duniawi, dengan maksud agar dirinya tidak “tercermar” lagi. Dengan kejadian yang seperti ini, kekristenan pun berhak mendapatkan label “eksklusif.” Ini disebabkan karena beberapa orang Kristen yang terlalu nyaman dengan keselamatannya, sehingga mengasingkan diri dari masyarakat lainnya, serta melupakan permasalahan yang sedang terjadi di publik.
Fenomena-fenomena
yang ada memberikan sebuah petunjuk bahwa pendidikan atau pengertian yang
diberikan oleh gereja. Mengapa lembaga ini yang bertanggung jawab bagi
pertumbuhan kerohanian jemaat-Nya? Ya, karena seharusnya gereja mampu
menjelaskan keselamatan secara baik dan benar, yang sesuai dengan firman Tuhan.
Lalu apa yang harus dilakukan oleh orang-orang Kristen, setelah mereka
mengetahui pentingnya arti sebuah keselamatan dan mengaplikasikannya dalam
kehidupan praktis? Dan apa yang harus dilakukan oleh orang Kristen melihat apa
yang terjadi di sekelilingnya, dalam wilayah Indonesia khususnya? Yang
terpenting adalah mengapa orang Kristen yang telah sadar diselamatkan (harus)
peduli terhadap lingkungan dan apa yang tengah atau telah terjadi (khususnya)
di negeri ini?
Dalam
makalah ini, penulis ingin menjelaskan kepada pembaca tentang alasan pentingnya
seorang yang diselamatkan melakukan tugasnya sebagai orang yang diselamatkan
secara keseluruhan.
Karya
Keselamatan
bagi
Manusia
Diciptakan, Kejatuhan, dan
Penyertaan Allah
Allah
Sang Pencipta telah menciptakan semua yang di dunia, termasuk di antaranya
adalah manusia. Pada awalnya Allah menciptakan manusia dengan baik adanya,
karena manusia diciptakan serupa dengan gambar Allah. gambar dan rupa Allah
yang di dalamnya manusia diciptakan juga mencakup apa yang biasa disebut dengan
“kebenaran asali” atau secara lebih khusus pengetahuan yang benar, kebenaran
dan kesucian.[1]
Akan tetapi, karena kehendak manusia yang memilih sesuatu yang salah di hadapan
Allah,[2]
sehingga manusia diusir dari Taman Eden (kejadian ini menunjukkan bahwa Allah
yang kudus tidak bisa lagi “bersatu” dengan manusia yang sudah tidak kudus) dan
jatuh ke dalam sebuah kubangan yang kelak dinamakan dosa. Di sini lah hubungan
antara manusia dengan Allah menjadi rusak. Bukan hanya hubungan dengan Allah
saja yang rusak, melainkan hubungan dengan sesama dan lingkungan pun ikut
menjadi rusak. Ini disebabkan karena setiap keputusan-keputusan yang akan atau
telah diambil manusia selalu merujuk kepada sebuah keputusan yang salah, hal
ini dikarenakan manusia tidak dapat lagi memilih sesuatu yang baik.
Mungkin
terlihat aneh, sebab kejadian ini menggambarkan seakan Allah dengan sengaja
membiarkan manusia memilih dan melakukan sesuatu yang salah, tapi pada
kenyataannya tidak demikian. Penting untuk diketahui bahwa Allah menciptakan
manusia tidak seperti manusia menciptakan sebuah robot, yang hanya digerakkan
oleh sebuah perintah, tetapi manusia diciptakan oleh Allah dengan kehendak.
Manusia memiliki kehendak untuk memilih dan melakukan sesuatu, jadi apa yang
terjadi pada kesalahan manusia memilih untuk mengambil dan memakan buah yang
sebelumnya telah dilarang Allah adalah murni kesalahan manusia, dan bukan
karena ketidakpedulian Allah kepada manusia.
Pertanyaan
tentang asal-usul dosa memang telah menjadi perdebatan yang luar biasa di
antara kalangan teolog sejak zaman dulu. Bapak Gereja Agustinus menjelaskan
tentang asal-usul dosa dengan menyebut bahwa pada awal diciptakan, manusia
memiliki kemampuan untuk tidak berdosa (posse
non peccare). Tetapi, pernyataan ini mengimplikasikan bahwa dari semula,
kemungkinan untuk berdosa telah ada di dalam diri Adam dan Hawa.[3]
Tetapi, bagaimana kemungkinan ini bisa menjadi sebuah tindakan adalah sebuah
misteri.
Tidak
ada yang bisa menemukan alasan bagi dosa di dalam ciptaan Allah yang baik atau
di dalam karunia-karunia yang Ia berika kepada manusia. Karunia-karunia
tersebut memiliki natur sedemikian rupa, sehingga Adam dan Hawa seharusnya bisa
menolak cobaan Iblis dan tetap taat kepada Allah. Tetapi yang menarik di sini
adalah Adam dan Hawa sebenarnya dan seharusnya bisa bertahan. Alasan mengapa
mereka pada kenyataannya tidak demikian, tak bisa ditemukan di dalam ciptaan
Allah. Dan Allah tidak bisa dibilang sebagai penyebab manusia berdosa, karena
tidak mungkin keputusan yang Allah buat bertentangan dengan kehendak-Nya
sendiri. Sudah jelas bahwa dosa tidak keluar dari Allah, karena dosa
bertentangan dengan kehendak Allah, tapi dosa juga tidak berada di luar
pengamatan Allah.
Akan
tetapi, meskipun manusia telah melakukan sebuah kesalahan, Allah tetap setia
dan konsisten terhadap diri-Nya sendiri, Dia tetap dengan setia menyertai
setiap kehidupan manusia.[4]
Sesungguhnya, Allah pun mengetahui bahwa pilihan manusia akan salah, karena Dia
adalah Allah yang mengetahui segalanya, dan pasti Dia pun telah mempersiapkan
segalanya dengan tepat dan baik, dan selalu terjadi seperti itu. Sehingga jelas
tujuan Allah telah menyediakan sosok pribadi yang mampu menebus dan
mengeluarkan umat manusia dari kubangan dosa. Pribadi ini lah yang kelak
menjadi pribadi yang disegani oleh orang-orang di bumi ini, bukan hanya itu,
melainkan pribadi itu pun sekaligus menjadi sebuah kontroversi pada zamannya,
bahkan hingga saat ini. Pribadi inilah yang dinamakan Yesus Kristus, Dia lah
pribadi itu.
Namun
perlu diingat, bahwa kehidupan manusia sejak jatuh ke dalam dosa hingga
kedatangan Yesus Kristus yang pertama kali adalah sesuatu yang sangat jahat di
hadapan Allah, maka Allah mengirimkan seorang nabi kepada umat-Nya guna
menyampaikan isi hati Tuhan. Ini bisa dilihat bahwa sikap ini adalah bentuk
nyata kasih Allah akan manusia. Meskipun begitu, manusia tetap saja mengeraskan
hati mereka. Manusia tetap hidup di dalam kecongkakan hati mereka, dan seakan
mereka mampu untuk bertahan hidup tanpa mengikutsertakan Allah dalam hidup
mereka.
Melihat
hal seperti ini, Allah menghadirkan sebuah bencana bagi manusia ketika itu,
bencana itu berupa air bah, dimana bencana itu berhasil meluluhlantakkan bumi
dan isinya, setidaknya itu yang tercatat dalam Alkitab. Akan tetapi Alkitab pun
mencatat bahwa tidak semua manusia dihancurkan oleh Allah, Ia melihat ada
manusia yang hidupnya taat dan takut akan Allah, sehingga Ia menyelamatkan Nabi
Nuh dan keluarganya dengan bahtera yang dibuat oleh Nuh, yang diperintahkan
oleh Allah. Melalui Nabi Nuh inilah kehidupan manusia pada zaman yang baru
dimulai. Dan semenjak saat itu, Allah membuat perjanjian dengan Nuh, bahwa
tidak lagi Allah menghancurkan manusia dari atas bumi ini, dan sebagai simbol
perjanjian antara mereka, Nabi Nuh melihat sebuah pelangi yang diciptakan oleh
Allah. Setelah itu, Allah melakukan perjanjian-perjanjian yang lain lagi dengna
manusia, salah satunya dengan Abraham. Dapat dilihat bahwa yang berinisiatif
untuk melakukan pendekatan adalah Allah, karena manusia tidak dapat lagi
memilih suatu yang baik, berbeda jika manusia itu memang dipilih Allah untuk
diselamatkan dan Roh Kudus bersemayam dalam diri dan hidupnya, alias manusia
itu mengalami pertobatan.
Kelahiran
Kristus sebagai Simbol Keselamatan
Seperti
yang telah sedikit disinggung dalam sub-bab sebelumnya, Kristus adalah sebuah
pribadi yang menjadi kontroversi, bukan hanya pada zaman-Nya, tapi sampai pada
dewasa ini pun Kristus masih menjadi bahan kontroversi.
Kristus
menjadi sebuah kontroversi karena banyak hal, di antaranya adalah proses
kelahiran-Nya dan pelayanan-Nya semasa menjadi manusia. Seperti yang telah
diketahui oleh banyak orang, bahwa Kristus lahir tidak melalui hubungan
suami-istri, melainkan dari Allah langsung, yang melalui perantara, yaitu Maria.
Dan pelayanan-Nya, Kristus banyak menciptakan sebuah terobosan yang masih asing
pada zamannya. Contohnya adalah ketika Ia masih berumur dua belas tahun, ketika
sedang di Bait Allah dan berbincang-bincang dengan para pemuka agama. Ia
memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh anak yang sebaya dengan Dia.
Contoh lainnya adalah ketika Ia memberikan ilustrasi tentang orang Samaria yang
baik hati, dimana Kristus menilai bahwa orang Samaria lebih baik bila
dibandingkan dengan orang Yahudi. Yang ketiga, ketika secara gamblang Dia
bicara bahwa hanya melalui Dia lah manusia dapat bertemu dengan Allah Bapa.
Jelas ini hanyalah sebagian kecil dari kontroversi-kontroversi yang ada dari
pribadi Yesus Kristus.
Yesus
Kristus adalah satu-satunya yang ada di dunia yang mendapatkan tiga jabatan
penting dalam budaya Yahudi maupun Kristen, yaitu nabi, imam, dan raja.
Meskipun dari sebagian bapak-bapak gereja ada yang menyebut dari luar ini,[5]
akan tetapi yang dipakai oleh Kristen dewasa ini adalah tiga jabatan ini. Pada
awalnya Calvin yang menyadari pentingnya membicarakan tiga jabatan ini secara
terpisah.[6]
Sebagian teolog Lutheran hanya membedakan dua jabatan, karena jabatan nabi dan
jabatan imam digabung oleh mereka.[7]
Namun, jika diperhatikan secara rinci, antara nabi dan imam memang memiliki
perbedaan. Perbedaannya adalah seorang nabi memiliki tugas untuk menyampaikan
suara Tuhan kepada jemaat Tuhan, apa pun itu kabarnya, baik itu kabar baik
ataupun kabar buruk. Sedangkan imam, seorang imam memiliki tugas untuk memimpin
jemaat Tuhan, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam ibadah. Jika
melihat perbedaannya, sudah jelas bila sebagian teolog Lutheran yang
menggabungkan kedua jabatan ini telah salah memahami dan mengerti tentang tugas
kedua jabatan ini.
Perbedaan
tentang tiga jabatan Kristus sangat penting dan harus dipegang teguh, walaupun
memang penerapan yang konsisten terhadap kedua keadaan Kristus tidak mudah dan
tidak selalu berhasil dengan baik. Kenyataan bahwa Kristus diurapi ke dalam
tiga jabatan dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa manusia pada dasarnya
dimaksukan untuk ketiga jabatan dan pekerjaan ini. Alasannya sederhana, karena
manusia diciptakan oleh Allah, sehingga manusia ia memiliki pengetahuan yang
lebih dari pada makhluk lainnya.
Dengan
datangnya Dia ke dalam dunia ini, Kristus pasti telah memiliki tujuan terlebih
dahulu. Tujuannya adalah mengangkat manusia dari dalam kubangan dosa dan
memperbaiki hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan
hubungan manusia dengan lingkungan. Dalam pribadi manusia pun, akal dan
worldviewnya diubah, sehingga manusia yang percaya dan hidup di dalam Kristus,
memiliki cara dalam memandang dunia ini dari kacamata Kristen, bukan lagi
materialis, eksistensialis, ataupun ateis.
Perubahan
worldview ini lah yang menjadi alasan mengapa manusia yang berdosa mampu
memilih dan mengambil sebuah keputusan yang baik dan berkenan di hadapan Allah.
Penebusan
yang dilakukan oleh Kristus pun sebenarnya sebagai sebuah penggenapan dari apa
yang telah dinubuatkan beberapa nabi dalam Perjanjian Lama, bahwa ada seorang
raja yang akan memerintah di dunia menurut kebenaran dan pemimpin-pemimpin akan
memimpin menurut keadilan (Yesaya 32:1).
Kristus
datang ke dunia ada yang mengartikan bahwa itu adalah sebagai bentuk rasa
kepedulian Kristus terhadap manusia yang berdosa. Jika dilihat dari satu sisi,
pandangan ini memiliki dampak terhadap cara manusia memuliakan Kristus.
Maksudnya adalah manusia akan lebih memberikan bentuk penghormatan yang lebih
kepada Kristus dan akan “menyalahkan” Allah, karena Allah telah membayar harga
dengan sangat mahal. Bahkan pandangan ini dapat menghancurkan ke-Tritunggal-an,
manusia akan melihat bahwa pribadi Allah dengan pribadi Kristus berbeda. Akan
tetapi, jika dilihat dari sudut pandang Alkitab, penyebab yang menggerakkan
penebusan sesungguhnya adalah kehendak Allah.[8]
Allah yang berkehendak untuk menyelamatkan orang berdosa dengan suatu korban
penebusan yang menggantikan manusia. Dan Kristus adalah ungkapan kasih Allah
kepada manusia, sesuai dengan apa yang telah dicatat dalam Yohanes 3:16.
Keselamatan
yang Utuh
Ketika
semua manusia jatuh ke dalam dosa, keadaan manusia menjadi berdosa dan berujung
pada kematian. Namun sekali lagi, karena Allah memiliki kasih yang begitu
besar, sehingga Ia memberikan Kristus sebagai jalan kehidupan bagi manusia.
Akan tetapi, apakah seluruh manusia yang diselamatkan oleh Allah? Tentunya
tidak. Karena keselamatan yang diperoleh manusia adalah sebuah anugerah, pemberian
cuma-cuma. Dan pada akhirnya, memang ada manusia yang dipilih untuk
diselamatkan dan manusia yang dipilih untuk tidak diselamatkan.
Allah
memilih sebagian manusia untuk selamat, alasan yang konsisten adalah karena itu
semua merupakan kehendak Allah,[9] meskipun
alasan ini hanya dapat diterima oleh segelintir manusia. Dan sebelum memilih,
Allah telah menetapkannya terlebih dahulu. Setelah Ia menetapkan dan memilih,
Allah memanggil orang-orang pilihannya dengan penginjilan. Melalui Injil,
orang-orang terpilih akan merasakan atau mengalami jamahan Tuhan dalam
hidupnya, baik itu berubah melalui perasaan (emosi), pikiran (rasio), atau indera
manusia. Pada saat dipanggil, semua yang ada dalam diri manusia diubah.
Pikirannya yang sebelum dipanggil selalu menjurus kepada hal-hal yang tidak
berkenan di hadapan Allah. Selain pikiran, emosi manusia tersebut pun diubahkan
oleh Allah menjadi sebuah emosi yang kudus di hadapan Allah. Bahkan cara
manusia memandang manusia pun ikut berubah. Sebuah cara pandang yang pada
awalnya selalu memposisikan diri sendiri atau manusia atau materi sebagai
pusat, kini telah diganti dan Kristus yang menjadi pusatnya, sehingga apa yang
dipikirkan dan dilakukannya selalu dipusatkan dan berdasarkan kepada Kristus.
Dengan demikian, kehidupan orang-orang yang telah menerima anugerah pun
mengalami pertobatan, dan secara otomatis kehidupannya berubah total.
Kehidupannya
pun berpaling dari satu sisi ke satu sisi yang lain. Dalam hal perpalingan ini,
manusia memiliki iman.[10] Iman
ini yang terus dipelihara oleh Allah, sehingga manusia tetap mampu untuk
berjalan dan berpikir sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Regenerasi
adalah tindakan Allah, dan hanya oleh Allah saja. Tetapi iman bukanlah tindakan
Allah, bukan Allah yang percaya kepada Kristus demi untuk keselamatan, tetapi
manusia berdosalah yang harus percaya. Memang karena anugerah Allah seseorang
bisa percaya, tetapi iman adalah sebuah bentuk aktivitas dari pihak manusia dan
hanya di pihak manusia.[11]
Lalu,
apakah orang yang telah dipilih dan diselamatkan tidak dapat melakukan tindakan
yang salah di hadapan Allah? Manusia tetap memiliki potensi untuk melakukan
suatu tindakan yang salah di hadapan Allah, karena pada naturnya manusia tetap
berdosa, hanya yang membuatnya berbeda adalah ketika orang yang telah
diselamatkan itu melakukan sesuau yang salah, orang tersebut sadar dan keluar
dari kesalahannya. Seperti orang yang jatuh ke dalam selokan, ketika orang itu
menyadari bahwa hal itu salah, orang itu langsung bangkit dan keluar dari dalam
selokan tersebut.
Dalam
segala hal, termasuk dalam hal keselamatan, manusia sama sekali tidak ikut
berperan, hanya Allah yang berperan. Karena segalanya yang ada pada diri dan
hidup manusia bersumber dari Allah.
Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
di
Indonesia
Kedudukan
warga negara di dalam negara, hubungan antara warga negara dan peranan warga
negara dalam kehidupan bernegara merupakan masalah klasik yang tetap aktual.
Tanggung jawab negara terhadap kelangsungan hidup dan kemajuan negara sehingga
mampu melindungi dan membahagiakan rakyatnya sudah sejak lama dan selalu
menjadi bahan pemikiran dan menjadi bahan pendidikan kewarganegaraan.
Bagi
orang-orang yang berdomisili di Indonesia, tiada keraguan akan pengakuan
pentingnya kedudukan dan tanggung jawab warga negara. Hal itu jelas dari UUD
1945, GBHN dan berbagai peraturan perundang-undangan, yang menggambarkan betapa
tinggi martabat warga negara, sekaligus menggambarkan betapa besar tanggung
jawabnya.[12]
Yang menjadi permasalahannya adalah kualitas warga negara agar mampu memainkan
peranannya secara bertanggung jawab dalam kehidupan bernegara.
Permasalahan
yang Terjadi di Indonesia
Indonesia
adalah salah satu negara terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Negara ini pada awalnya terkenal sebagai salah
satu negara penghasil rempah-rempah terbanyak. Ini dapat dilihat dengan
kedatangan Belanda pada masa penjajahan. Namun kini situasi semakin berubah,
tidak lagi sama seperti yang lalu. Dimana kekayaan negara Indonesia semakin
tergerus setiap zamannya. Sehingga kekayaan Indonesia kini dapat dibilang
hanyalah sebuah kenangan.
Tidak
sampai di situ, permasalahannya terus merambat sampai kepada kehidupan praktis
warga negara Indonesia. Permasalahan korupsi, politik, keuangan, budaya,
bencana alam, pelanggaran HAM (Hak Azasi Manusia), hingga pada kenaikan harga
BBM, dan masih banyak lagi. Inilah keadaan yang sedang terjadi di Indonesia.
Pemerintah
pun seakan tidak serius dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang tengah
terjadi. Menurut pengamatan penulis, ada kesenjangan antara pemimpin bangsa ini
dengan rakyatnya. Sangat terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari, dimana
para pemimpin dan wakil rakyat terlihat elegan dengan aksesoris-aksesoris yang
dipakai, sedangkan rakyatnya mempertaruhkan nyawanya hanya untuk mendapatkan
kehidupan atau keadaan ekonomi yang lebih layak.
Perbedaan
kelas sosial dan genre kelamin di
Indonesia pun masih mencolok untuk dilihat. Contohnya adalah ketika naiknya
seorang wanita, Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden di negeri ini. Dimana
kejadian dan keputusan ini banyak menuai kecaman dari berbagai pihak yang tidak
setuju bila negara ini dipimpin oleh seorang wanita. Yang lainnya adalah
sulitnya seseorang yang menghasilkan pendapatan di bawah standar untuk menerima
pengobatan yang layak.
Kehidupan
Masyarakat di Indonesia
Dengan
berbagai hal yang terjadi di Indonesia, kebanyakkan masyarakat mengambil posisi
untuk tidak memikirkan apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi nantinya.
Melihat respon yang diberikan oleh masyarakat, penulis dapat memakluminya.
Alasan penulis karena masyarakat merasakan kekecewaaan kepada para pemimpin dan
wakil masyarakat di negeri ini. Setiap kejadian yang ada terlalu sering
ditanggapi dengan rentang waktu yang tidak sebentar dan juga dengan tidak
serius. Dan bila dipikir, hal ini
sangatlah manusiawi, sehingga wajar masyarakat merasakan kekecewaan.
Akan
tetapi, yang tidak dapat dimaklumi dan yang sangat ironis dari kejadian ini
adalah sikap orang Kristen yang terlihat apatis. Mereka selalu sibuk dengan
kegiatan-kegiatan yang bersifat intern,
dan mengabaikan apa yang sedang atau yang telah terjadi di lingkungannya, atau
agar lebih luas, apa yang sedang atau telah terjadi di Indonesia.
Orang
Kristen terlalu sering mengambil sebuah posisi aman dalam menentukan posisi
pada saat seperti ini. Beberapa kalangan di kekristenan menganggap apa pun yang
terjadi di dunia ini bukanlah urusan mereka, melainkan urusan para petinggi
negara. Urusan mereka hanyalah bagaimana memiliki hubungan yang baik dengan
Tuhan.
Implikasi
Allah
telah memilih dan menyelamatkan umat manusia dari kubangan dosa dengan
cuma-cuma dan tanpa syarat. Pola pikir dan cara pandang manusia yang telah
diselamatkan pun telah diubah, sehingga kini manusia tersebut dapat memilih
sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kristus datang ke dunia ini pun
tidak pernah melarang murid-murid-nya atau pengkikutnya yang lain untuk menarik
diri dari apa yang terjadi di dunia. Bahkan Kristus, melalui Rasul Paulus
mengajarkan untuk tunduk pada aturan-aturan yang telah dibuat oleh negara, sama
seperti apa yang telah ditulis dalam Roma 13. Sehingga sangat jelas bahwa ornag
Kristen yang telah diselamatkan harus peduli, bahkan harus terlibat dalam
permasalahan yang tengah terjadi di Indonesia, tentu dengan sudut pandang
Kristen. Alasannya sangat sederhana, karena orang yang diselamatkan merupakan
agen Kristus di dunia ini.
Kesimpulan
Di
dalam keselamatan, manusia sama sekali tidak memberikan kontribusi. Hanya Allah
yang memberikan kontribusi. Bahkan bukan hanya dalam hal keselamatan, melainkan
dalam segala hal yang terjadi di kehidupan manusia. Maka dari itu, manusia yang
telah diselamatkan harus memberikan bukti bahwa dirinya telah diselamatkan. Dengan
cara? Sangat banyak aspek dalam kehidupan yang harus dibenahi oleh Injil. (Tulisan ini bersifat overview).
Daftar
Pustaka
Barth, Christoph. Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 1: Doktrin Allah.
Surabaya: Momentum, 2008.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 2: Doktrin Manusia.
Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 3: Doktrin Kristus.
Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996.
Groenen, C. Soteriologi Alkitabiah. Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Gultom, R. M. S. Tanggung Jawab Warga Negara. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1992.
Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah.
Surabaya: Momentum, 2000.
Horne, Charles M. Salvation. Chicago: Moody Press, 1971.
Murray, John. Penggenapan dan Penerapan Penebusan. Surabaya: Momentum, 1999.
Siburian, Togardo. Catatan Kuliah Doktrin Keselamatan.
Bandung: STT Bandung, 2012.
[1] Louis Berkhof, terj. Yudha
Thianto, Teologi Sistematika vol. 2:
Doktrin Manusia, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995), hlm.
49.
[2] Christoph Barth dan Marei-Claire
Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hlm. 39.
[3] Anthony A. Hoekema, terj. Irwan
Tjulianto, Manusia: Ciptaan Menurut
Gambar Allah, (Surabaya: Momentum, 2000), hlm. 168.
[4] Louis Berkhof, terj. Yudha
Thianto, Teologi Sistematika vol. 1:
Doktrin Allah, (Surabaya: Momentum, 2008), hlm. 314.
[5] Louis Berkhof, terj. Yudha
Thianto, Teologi Sistematika vol. 3:
Doktrin Kristus (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996), hlm.
123.
[6] Ibid.
[7] Ibid., hlm. 124.
[8] Charles M. Horne, Salvation, (Chicago: Moody Press, 1971),
hlm. 15.
[9] C. Groenen, Soteriologi Alkitabiah, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 140.
[10] Togardo Siburian, Catatan Kuliah Doktrin Keselamatan,
(Bandung: STT Bandung, 2012).
[11] John Murray, terj. Sutjipto
Subeno, Penggenapan dan Penerapan
Penebusan, (Surabaya: Momentum, 1999), hlm. 131.
[12] R. M. S. Gultom, Tanggung Jawab Warga Negara, (Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 1992), hlm. 1.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar