Selasa, 22 Mei 2012

Implikasi Doktrin Keselamatan bagi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Indonesia



Kekristenan adalah sebuah komunitas yang besar di tengah dunia masa ini. Banyaknya kekristenan dan maraknya pertunjukkan rohani yang dilakukan oleh orang-orang Kristen seakan memperlihatkan bahwa karya Tuhan dan penyertaan Tuhan hanya ada pada diri orang Kristen.
Orang-orang Kristen telah dipilih dan lalu diselamatkan oleh karena kuasa dan kehendak Allah. Sangat terlihat jelas bahwa dalam karya keselamatan, manusia sama sekali tidak memiliki peran aktif, karena Allah yang memulai semuanya, Allah yang memiliki inisiatif.
Akan tetapi banyak di antara mereka yang belum menyadari akan besarnya tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang Kristen, mereka masih mengira bahwa karena status mereka telah diselamatkan, mereka jadi terkesan apatis akan apa yang sedang atau telah terjadi di lingkungannya sendiri. Tidak peduli akan apa yang sedang atau telah terjadi dengan lingkungannya, tidak peduli terhadap keadaan dan masalah yang sedang melanda lingkungannya dan negaranya. Padahal Allah tidak pernah memerintahkan agar manusia yang telah dipilih dan diselamatkan oleh Dia untuk tidak bergaul dengan dunia, atau dengan lingkungan mereka tinggal, tapi mengapa banyak orang Kristen, khususnya orang-orang yang menjabat sebagai pejabat gereja melakukan hal demikian?
Dapat dipastikan bahwa jawabannya adalah karena mereka berpikir bahwa mereka telah diselamatkan oleh Tuhan, maka dari itu mereka tidak berkenan untuk bergaul dengan orang-orang duniawi, dengan maksud agar dirinya tidak “tercermar” lagi. Dengan kejadian yang seperti ini, kekristenan pun berhak mendapatkan label “eksklusif.” Ini disebabkan karena beberapa orang Kristen yang terlalu nyaman dengan keselamatannya, sehingga mengasingkan diri dari masyarakat lainnya, serta melupakan permasalahan yang sedang terjadi di publik.
Fenomena-fenomena yang ada memberikan sebuah petunjuk bahwa pendidikan atau pengertian yang diberikan oleh gereja. Mengapa lembaga ini yang bertanggung jawab bagi pertumbuhan kerohanian jemaat-Nya? Ya, karena seharusnya gereja mampu menjelaskan keselamatan secara baik dan benar, yang sesuai dengan firman Tuhan. Lalu apa yang harus dilakukan oleh orang-orang Kristen, setelah mereka mengetahui pentingnya arti sebuah keselamatan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan praktis? Dan apa yang harus dilakukan oleh orang Kristen melihat apa yang terjadi di sekelilingnya, dalam wilayah Indonesia khususnya? Yang terpenting adalah mengapa orang Kristen yang telah sadar diselamatkan (harus) peduli terhadap lingkungan dan apa yang tengah atau telah terjadi (khususnya) di negeri ini?
Dalam makalah ini, penulis ingin menjelaskan kepada pembaca tentang alasan pentingnya seorang yang diselamatkan melakukan tugasnya sebagai orang yang diselamatkan secara keseluruhan.
Karya Keselamatan
                                                                    bagi Manusia
Diciptakan, Kejatuhan, dan Penyertaan Allah               
Allah Sang Pencipta telah menciptakan semua yang di dunia, termasuk di antaranya adalah manusia. Pada awalnya Allah menciptakan manusia dengan baik adanya, karena manusia diciptakan serupa dengan gambar Allah. gambar dan rupa Allah yang di dalamnya manusia diciptakan juga mencakup apa yang biasa disebut dengan “kebenaran asali” atau secara lebih khusus pengetahuan yang benar, kebenaran dan kesucian.[1] Akan tetapi, karena kehendak manusia yang memilih sesuatu yang salah di hadapan Allah,[2] sehingga manusia diusir dari Taman Eden (kejadian ini menunjukkan bahwa Allah yang kudus tidak bisa lagi “bersatu” dengan manusia yang sudah tidak kudus) dan jatuh ke dalam sebuah kubangan yang kelak dinamakan dosa. Di sini lah hubungan antara manusia dengan Allah menjadi rusak. Bukan hanya hubungan dengan Allah saja yang rusak, melainkan hubungan dengan sesama dan lingkungan pun ikut menjadi rusak. Ini disebabkan karena setiap keputusan-keputusan yang akan atau telah diambil manusia selalu merujuk kepada sebuah keputusan yang salah, hal ini dikarenakan manusia tidak dapat lagi memilih sesuatu yang baik.
Mungkin terlihat aneh, sebab kejadian ini menggambarkan seakan Allah dengan sengaja membiarkan manusia memilih dan melakukan sesuatu yang salah, tapi pada kenyataannya tidak demikian. Penting untuk diketahui bahwa Allah menciptakan manusia tidak seperti manusia menciptakan sebuah robot, yang hanya digerakkan oleh sebuah perintah, tetapi manusia diciptakan oleh Allah dengan kehendak. Manusia memiliki kehendak untuk memilih dan melakukan sesuatu, jadi apa yang terjadi pada kesalahan manusia memilih untuk mengambil dan memakan buah yang sebelumnya telah dilarang Allah adalah murni kesalahan manusia, dan bukan karena ketidakpedulian Allah kepada manusia.
Pertanyaan tentang asal-usul dosa memang telah menjadi perdebatan yang luar biasa di antara kalangan teolog sejak zaman dulu. Bapak Gereja Agustinus menjelaskan tentang asal-usul dosa dengan menyebut bahwa pada awal diciptakan, manusia memiliki kemampuan untuk tidak berdosa (posse non peccare). Tetapi, pernyataan ini mengimplikasikan bahwa dari semula, kemungkinan untuk berdosa telah ada di dalam diri Adam dan Hawa.[3] Tetapi, bagaimana kemungkinan ini bisa menjadi sebuah tindakan adalah sebuah misteri.
Tidak ada yang bisa menemukan alasan bagi dosa di dalam ciptaan Allah yang baik atau di dalam karunia-karunia yang Ia berika kepada manusia. Karunia-karunia tersebut memiliki natur sedemikian rupa, sehingga Adam dan Hawa seharusnya bisa menolak cobaan Iblis dan tetap taat kepada Allah. Tetapi yang menarik di sini adalah Adam dan Hawa sebenarnya dan seharusnya bisa bertahan. Alasan mengapa mereka pada kenyataannya tidak demikian, tak bisa ditemukan di dalam ciptaan Allah. Dan Allah tidak bisa dibilang sebagai penyebab manusia berdosa, karena tidak mungkin keputusan yang Allah buat bertentangan dengan kehendak-Nya sendiri. Sudah jelas bahwa dosa tidak keluar dari Allah, karena dosa bertentangan dengan kehendak Allah, tapi dosa juga tidak berada di luar pengamatan Allah.
Akan tetapi, meskipun manusia telah melakukan sebuah kesalahan, Allah tetap setia dan konsisten terhadap diri-Nya sendiri, Dia tetap dengan setia menyertai setiap kehidupan manusia.[4] Sesungguhnya, Allah pun mengetahui bahwa pilihan manusia akan salah, karena Dia adalah Allah yang mengetahui segalanya, dan pasti Dia pun telah mempersiapkan segalanya dengan tepat dan baik, dan selalu terjadi seperti itu. Sehingga jelas tujuan Allah telah menyediakan sosok pribadi yang mampu menebus dan mengeluarkan umat manusia dari kubangan dosa. Pribadi ini lah yang kelak menjadi pribadi yang disegani oleh orang-orang di bumi ini, bukan hanya itu, melainkan pribadi itu pun sekaligus menjadi sebuah kontroversi pada zamannya, bahkan hingga saat ini. Pribadi inilah yang dinamakan Yesus Kristus, Dia lah pribadi itu.
Namun perlu diingat, bahwa kehidupan manusia sejak jatuh ke dalam dosa hingga kedatangan Yesus Kristus yang pertama kali adalah sesuatu yang sangat jahat di hadapan Allah, maka Allah mengirimkan seorang nabi kepada umat-Nya guna menyampaikan isi hati Tuhan. Ini bisa dilihat bahwa sikap ini adalah bentuk nyata kasih Allah akan manusia. Meskipun begitu, manusia tetap saja mengeraskan hati mereka. Manusia tetap hidup di dalam kecongkakan hati mereka, dan seakan mereka mampu untuk bertahan hidup tanpa mengikutsertakan Allah dalam hidup mereka.
Melihat hal seperti ini, Allah menghadirkan sebuah bencana bagi manusia ketika itu, bencana itu berupa air bah, dimana bencana itu berhasil meluluhlantakkan bumi dan isinya, setidaknya itu yang tercatat dalam Alkitab. Akan tetapi Alkitab pun mencatat bahwa tidak semua manusia dihancurkan oleh Allah, Ia melihat ada manusia yang hidupnya taat dan takut akan Allah, sehingga Ia menyelamatkan Nabi Nuh dan keluarganya dengan bahtera yang dibuat oleh Nuh, yang diperintahkan oleh Allah. Melalui Nabi Nuh inilah kehidupan manusia pada zaman yang baru dimulai. Dan semenjak saat itu, Allah membuat perjanjian dengan Nuh, bahwa tidak lagi Allah menghancurkan manusia dari atas bumi ini, dan sebagai simbol perjanjian antara mereka, Nabi Nuh melihat sebuah pelangi yang diciptakan oleh Allah. Setelah itu, Allah melakukan perjanjian-perjanjian yang lain lagi dengna manusia, salah satunya dengan Abraham. Dapat dilihat bahwa yang berinisiatif untuk melakukan pendekatan adalah Allah, karena manusia tidak dapat lagi memilih suatu yang baik, berbeda jika manusia itu memang dipilih Allah untuk diselamatkan dan Roh Kudus bersemayam dalam diri dan hidupnya, alias manusia itu mengalami pertobatan.
Kelahiran Kristus sebagai Simbol Keselamatan
Seperti yang telah sedikit disinggung dalam sub-bab sebelumnya, Kristus adalah sebuah pribadi yang menjadi kontroversi, bukan hanya pada zaman-Nya, tapi sampai pada dewasa ini pun Kristus masih menjadi bahan kontroversi.
Kristus menjadi sebuah kontroversi karena banyak hal, di antaranya adalah proses kelahiran-Nya dan pelayanan-Nya semasa menjadi manusia. Seperti yang telah diketahui oleh banyak orang, bahwa Kristus lahir tidak melalui hubungan suami-istri, melainkan dari Allah langsung, yang melalui perantara, yaitu Maria. Dan pelayanan-Nya, Kristus banyak menciptakan sebuah terobosan yang masih asing pada zamannya. Contohnya adalah ketika Ia masih berumur dua belas tahun, ketika sedang di Bait Allah dan berbincang-bincang dengan para pemuka agama. Ia memiliki pengetahuan yang tidak dimiliki oleh anak yang sebaya dengan Dia. Contoh lainnya adalah ketika Ia memberikan ilustrasi tentang orang Samaria yang baik hati, dimana Kristus menilai bahwa orang Samaria lebih baik bila dibandingkan dengan orang Yahudi. Yang ketiga, ketika secara gamblang Dia bicara bahwa hanya melalui Dia lah manusia dapat bertemu dengan Allah Bapa. Jelas ini hanyalah sebagian kecil dari kontroversi-kontroversi yang ada dari pribadi Yesus Kristus.
Yesus Kristus adalah satu-satunya yang ada di dunia yang mendapatkan tiga jabatan penting dalam budaya Yahudi maupun Kristen, yaitu nabi, imam, dan raja. Meskipun dari sebagian bapak-bapak gereja ada yang menyebut dari luar ini,[5] akan tetapi yang dipakai oleh Kristen dewasa ini adalah tiga jabatan ini. Pada awalnya Calvin yang menyadari pentingnya membicarakan tiga jabatan ini secara terpisah.[6] Sebagian teolog Lutheran hanya membedakan dua jabatan, karena jabatan nabi dan jabatan imam digabung oleh mereka.[7] Namun, jika diperhatikan secara rinci, antara nabi dan imam memang memiliki perbedaan. Perbedaannya adalah seorang nabi memiliki tugas untuk menyampaikan suara Tuhan kepada jemaat Tuhan, apa pun itu kabarnya, baik itu kabar baik ataupun kabar buruk. Sedangkan imam, seorang imam memiliki tugas untuk memimpin jemaat Tuhan, baik dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam ibadah. Jika melihat perbedaannya, sudah jelas bila sebagian teolog Lutheran yang menggabungkan kedua jabatan ini telah salah memahami dan mengerti tentang tugas kedua jabatan ini.
Perbedaan tentang tiga jabatan Kristus sangat penting dan harus dipegang teguh, walaupun memang penerapan yang konsisten terhadap kedua keadaan Kristus tidak mudah dan tidak selalu berhasil dengan baik. Kenyataan bahwa Kristus diurapi ke dalam tiga jabatan dapat dijelaskan berdasarkan kenyataan bahwa manusia pada dasarnya dimaksukan untuk ketiga jabatan dan pekerjaan ini. Alasannya sederhana, karena manusia diciptakan oleh Allah, sehingga manusia ia memiliki pengetahuan yang lebih dari pada makhluk lainnya.
Dengan datangnya Dia ke dalam dunia ini, Kristus pasti telah memiliki tujuan terlebih dahulu. Tujuannya adalah mengangkat manusia dari dalam kubangan dosa dan memperbaiki hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan lingkungan. Dalam pribadi manusia pun, akal dan worldviewnya diubah, sehingga manusia yang percaya dan hidup di dalam Kristus, memiliki cara dalam memandang dunia ini dari kacamata Kristen, bukan lagi materialis, eksistensialis, ataupun ateis.
Perubahan worldview ini lah yang menjadi alasan mengapa manusia yang berdosa mampu memilih dan mengambil sebuah keputusan yang baik dan berkenan di hadapan Allah.
Penebusan yang dilakukan oleh Kristus pun sebenarnya sebagai sebuah penggenapan dari apa yang telah dinubuatkan beberapa nabi dalam Perjanjian Lama, bahwa ada seorang raja yang akan memerintah di dunia menurut kebenaran dan pemimpin-pemimpin akan memimpin menurut keadilan (Yesaya 32:1).
Kristus datang ke dunia ada yang mengartikan bahwa itu adalah sebagai bentuk rasa kepedulian Kristus terhadap manusia yang berdosa. Jika dilihat dari satu sisi, pandangan ini memiliki dampak terhadap cara manusia memuliakan Kristus. Maksudnya adalah manusia akan lebih memberikan bentuk penghormatan yang lebih kepada Kristus dan akan “menyalahkan” Allah, karena Allah telah membayar harga dengan sangat mahal. Bahkan pandangan ini dapat menghancurkan ke-Tritunggal-an, manusia akan melihat bahwa pribadi Allah dengan pribadi Kristus berbeda. Akan tetapi, jika dilihat dari sudut pandang Alkitab, penyebab yang menggerakkan penebusan sesungguhnya adalah kehendak Allah.[8] Allah yang berkehendak untuk menyelamatkan orang berdosa dengan suatu korban penebusan yang menggantikan manusia. Dan Kristus adalah ungkapan kasih Allah kepada manusia, sesuai dengan apa yang telah dicatat dalam Yohanes 3:16.
Keselamatan yang Utuh
Ketika semua manusia jatuh ke dalam dosa, keadaan manusia menjadi berdosa dan berujung pada kematian. Namun sekali lagi, karena Allah memiliki kasih yang begitu besar, sehingga Ia memberikan Kristus sebagai jalan kehidupan bagi manusia. Akan tetapi, apakah seluruh manusia yang diselamatkan oleh Allah? Tentunya tidak. Karena keselamatan yang diperoleh manusia adalah sebuah anugerah, pemberian cuma-cuma. Dan pada akhirnya, memang ada manusia yang dipilih untuk diselamatkan dan manusia yang dipilih untuk tidak diselamatkan.
Allah memilih sebagian manusia untuk selamat, alasan yang konsisten adalah karena itu semua merupakan kehendak Allah,[9] meskipun alasan ini hanya dapat diterima oleh segelintir manusia. Dan sebelum memilih, Allah telah menetapkannya terlebih dahulu. Setelah Ia menetapkan dan memilih, Allah memanggil orang-orang pilihannya dengan penginjilan. Melalui Injil, orang-orang terpilih akan merasakan atau mengalami jamahan Tuhan dalam hidupnya, baik itu berubah melalui perasaan (emosi), pikiran (rasio), atau indera manusia. Pada saat dipanggil, semua yang ada dalam diri manusia diubah. Pikirannya yang sebelum dipanggil selalu menjurus kepada hal-hal yang tidak berkenan di hadapan Allah. Selain pikiran, emosi manusia tersebut pun diubahkan oleh Allah menjadi sebuah emosi yang kudus di hadapan Allah. Bahkan cara manusia memandang manusia pun ikut berubah. Sebuah cara pandang yang pada awalnya selalu memposisikan diri sendiri atau manusia atau materi sebagai pusat, kini telah diganti dan Kristus yang menjadi pusatnya, sehingga apa yang dipikirkan dan dilakukannya selalu dipusatkan dan berdasarkan kepada Kristus. Dengan demikian, kehidupan orang-orang yang telah menerima anugerah pun mengalami pertobatan, dan secara otomatis kehidupannya berubah total.
Kehidupannya pun berpaling dari satu sisi ke satu sisi yang lain. Dalam hal perpalingan ini, manusia memiliki iman.[10] Iman ini yang terus dipelihara oleh Allah, sehingga manusia tetap mampu untuk berjalan dan berpikir sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah. Regenerasi adalah tindakan Allah, dan hanya oleh Allah saja. Tetapi iman bukanlah tindakan Allah, bukan Allah yang percaya kepada Kristus demi untuk keselamatan, tetapi manusia berdosalah yang harus percaya. Memang karena anugerah Allah seseorang bisa percaya, tetapi iman adalah sebuah bentuk aktivitas dari pihak manusia dan hanya di pihak manusia.[11]
Lalu, apakah orang yang telah dipilih dan diselamatkan tidak dapat melakukan tindakan yang salah di hadapan Allah? Manusia tetap memiliki potensi untuk melakukan suatu tindakan yang salah di hadapan Allah, karena pada naturnya manusia tetap berdosa, hanya yang membuatnya berbeda adalah ketika orang yang telah diselamatkan itu melakukan sesuau yang salah, orang tersebut sadar dan keluar dari kesalahannya. Seperti orang yang jatuh ke dalam selokan, ketika orang itu menyadari bahwa hal itu salah, orang itu langsung bangkit dan keluar dari dalam selokan tersebut.
Dalam segala hal, termasuk dalam hal keselamatan, manusia sama sekali tidak ikut berperan, hanya Allah yang berperan. Karena segalanya yang ada pada diri dan hidup manusia bersumber dari Allah.
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
di Indonesia
Kedudukan warga negara di dalam negara, hubungan antara warga negara dan peranan warga negara dalam kehidupan bernegara merupakan masalah klasik yang tetap aktual. Tanggung jawab negara terhadap kelangsungan hidup dan kemajuan negara sehingga mampu melindungi dan membahagiakan rakyatnya sudah sejak lama dan selalu menjadi bahan pemikiran dan menjadi bahan pendidikan kewarganegaraan.
Bagi orang-orang yang berdomisili di Indonesia, tiada keraguan akan pengakuan pentingnya kedudukan dan tanggung jawab warga negara. Hal itu jelas dari UUD 1945, GBHN dan berbagai peraturan perundang-undangan, yang menggambarkan betapa tinggi martabat warga negara, sekaligus menggambarkan betapa besar tanggung jawabnya.[12] Yang menjadi permasalahannya adalah kualitas warga negara agar mampu memainkan peranannya secara bertanggung jawab dalam kehidupan bernegara.
Permasalahan yang Terjadi di Indonesia
Indonesia adalah salah satu negara terbesar di dunia. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Negara ini pada awalnya terkenal sebagai salah satu negara penghasil rempah-rempah terbanyak. Ini dapat dilihat dengan kedatangan Belanda pada masa penjajahan. Namun kini situasi semakin berubah, tidak lagi sama seperti yang lalu. Dimana kekayaan negara Indonesia semakin tergerus setiap zamannya. Sehingga kekayaan Indonesia kini dapat dibilang hanyalah sebuah kenangan.
Tidak sampai di situ, permasalahannya terus merambat sampai kepada kehidupan praktis warga negara Indonesia. Permasalahan korupsi, politik, keuangan, budaya, bencana alam, pelanggaran HAM (Hak Azasi Manusia), hingga pada kenaikan harga BBM, dan masih banyak lagi. Inilah keadaan yang sedang terjadi di Indonesia.
Pemerintah pun seakan tidak serius dalam menanggapi permasalahan-permasalahan yang tengah terjadi. Menurut pengamatan penulis, ada kesenjangan antara pemimpin bangsa ini dengan rakyatnya. Sangat terlihat jelas dalam kehidupan sehari-hari, dimana para pemimpin dan wakil rakyat terlihat elegan dengan aksesoris-aksesoris yang dipakai, sedangkan rakyatnya mempertaruhkan nyawanya hanya untuk mendapatkan kehidupan atau keadaan ekonomi yang lebih layak.
Perbedaan kelas sosial dan genre kelamin di Indonesia pun masih mencolok untuk dilihat. Contohnya adalah ketika naiknya seorang wanita, Megawati Soekarno Putri sebagai Presiden di negeri ini. Dimana kejadian dan keputusan ini banyak menuai kecaman dari berbagai pihak yang tidak setuju bila negara ini dipimpin oleh seorang wanita. Yang lainnya adalah sulitnya seseorang yang menghasilkan pendapatan di bawah standar untuk menerima pengobatan yang layak.
Kehidupan Masyarakat di Indonesia
Dengan berbagai hal yang terjadi di Indonesia, kebanyakkan masyarakat mengambil posisi untuk tidak memikirkan apa yang terjadi atau apa yang akan terjadi nantinya. Melihat respon yang diberikan oleh masyarakat, penulis dapat memakluminya. Alasan penulis karena masyarakat merasakan kekecewaaan kepada para pemimpin dan wakil masyarakat di negeri ini. Setiap kejadian yang ada terlalu sering ditanggapi dengan rentang waktu yang tidak sebentar dan juga dengan tidak serius.  Dan bila dipikir, hal ini sangatlah manusiawi, sehingga wajar masyarakat merasakan kekecewaan.
Akan tetapi, yang tidak dapat dimaklumi dan yang sangat ironis dari kejadian ini adalah sikap orang Kristen yang terlihat apatis. Mereka selalu sibuk dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat intern, dan mengabaikan apa yang sedang atau yang telah terjadi di lingkungannya, atau agar lebih luas, apa yang sedang atau telah terjadi di Indonesia.
Orang Kristen terlalu sering mengambil sebuah posisi aman dalam menentukan posisi pada saat seperti ini. Beberapa kalangan di kekristenan menganggap apa pun yang terjadi di dunia ini bukanlah urusan mereka, melainkan urusan para petinggi negara. Urusan mereka hanyalah bagaimana memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan.
Implikasi
Allah telah memilih dan menyelamatkan umat manusia dari kubangan dosa dengan cuma-cuma dan tanpa syarat. Pola pikir dan cara pandang manusia yang telah diselamatkan pun telah diubah, sehingga kini manusia tersebut dapat memilih sesuai dengan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Kristus datang ke dunia ini pun tidak pernah melarang murid-murid-nya atau pengkikutnya yang lain untuk menarik diri dari apa yang terjadi di dunia. Bahkan Kristus, melalui Rasul Paulus mengajarkan untuk tunduk pada aturan-aturan yang telah dibuat oleh negara, sama seperti apa yang telah ditulis dalam Roma 13. Sehingga sangat jelas bahwa ornag Kristen yang telah diselamatkan harus peduli, bahkan harus terlibat dalam permasalahan yang tengah terjadi di Indonesia, tentu dengan sudut pandang Kristen. Alasannya sangat sederhana, karena orang yang diselamatkan merupakan agen Kristus di dunia ini.
Kesimpulan
Di dalam keselamatan, manusia sama sekali tidak memberikan kontribusi. Hanya Allah yang memberikan kontribusi. Bahkan bukan hanya dalam hal keselamatan, melainkan dalam segala hal yang terjadi di kehidupan manusia. Maka dari itu, manusia yang telah diselamatkan harus memberikan bukti bahwa dirinya telah diselamatkan. Dengan cara? Sangat banyak aspek dalam kehidupan yang harus dibenahi oleh Injil. (Tulisan ini bersifat overview).
Daftar Pustaka
Barth, Christoph. Teologi Perjanjian Lama 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 1: Doktrin Allah. Surabaya: Momentum, 2008.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 2: Doktrin Manusia. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995.
Berkhof, Louis. Teologi Sistematika vol. 3: Doktrin Kristus. Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996.
Groenen, C. Soteriologi Alkitabiah. Yogyakarta: Kanisius, 1989.
Gultom, R. M. S. Tanggung Jawab Warga Negara. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992.   
Hoekema, Anthony A. Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah. Surabaya: Momentum, 2000.
Horne, Charles M. Salvation. Chicago: Moody Press, 1971.
Murray, John. Penggenapan dan Penerapan Penebusan. Surabaya: Momentum, 1999.
Siburian, Togardo. Catatan Kuliah Doktrin Keselamatan. Bandung: STT Bandung, 2012.


[1] Louis Berkhof, terj. Yudha Thianto, Teologi Sistematika vol. 2: Doktrin Manusia, (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1995), hlm. 49.
[2] Christoph Barth dan Marei-Claire Barth-Frommel, Teologi Perjanjian Lama 1, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010), hlm. 39.
[3] Anthony A. Hoekema, terj. Irwan Tjulianto, Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah, (Surabaya: Momentum, 2000), hlm. 168.
[4] Louis Berkhof, terj. Yudha Thianto, Teologi Sistematika vol. 1: Doktrin Allah, (Surabaya: Momentum, 2008), hlm. 314.
[5] Louis Berkhof, terj. Yudha Thianto, Teologi Sistematika vol. 3: Doktrin Kristus (Jakarta: Lembaga Reformed Injili Indonesia, 1996), hlm. 123.
[6] Ibid.
[7] Ibid., hlm. 124.
[8] Charles M. Horne, Salvation, (Chicago: Moody Press, 1971), hlm. 15.
[9] C. Groenen, Soteriologi Alkitabiah, (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 140.
[10] Togardo Siburian, Catatan Kuliah Doktrin Keselamatan, (Bandung: STT Bandung, 2012).
[11] John Murray, terj. Sutjipto Subeno, Penggenapan dan Penerapan Penebusan, (Surabaya: Momentum, 1999), hlm. 131.
[12] R. M. S. Gultom, Tanggung Jawab Warga Negara, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1992), hlm. 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar